Welcome



zwani.com myspace graphic comments
Hery punya blog


Selamat datang wahai kawan,,, bersyukurlah bahwa anda telah memilih jalan yang benar...dengan memasuki blog ini.


Anda adalah pengunjung ke-
... Jangan lupa..... .komentarnya yah.......?
Free Hit Counter

Minggu, 04 September 2011

HUKUM KELUARGA (Tugas kuliah dulu)

BAB I

A. Latar Belakang


Setiap manusia tentu mendambakan keamanan dan mereka berlomba-lomba untuk mewujudkan dengan tiap jalan dan cara yang memungkinkan. Rasa aman ini lebih mereka butuhkan di atas kebutuhan makanan. Karena itu Islam memperhatikan hal ini dengan cara membina manusia sebagai bagian dari masyarakat di atas akidah yang lurus disertai akhlak yang mulia. Bersamaan dengan itu pembinaan individu-individu manusia tidak mungkin dapat terlaksana dengan baik tanpa ada wadah dan lingkungan yang baik. Dari sudut inilah kita dapat melihat nilai sebuah keluarga
Keluarga dalam pandangan Islam memiliki nilai yang tidak kecil. Bahkan Islam menaruh perhatian besar terhadap kehidupan keluarga dengan meletakkan kaidah-kaidah yang arif guna memelihara kehidupan keluarga dari ketidak harmonisan dan kehancuran. Kenapa demikian besar perhatian Islam? Karena tidak dapat dipungkiri bahwa “keluarga adalah batu bata pertama untuk membangun istana masyarakat muslim dan merupakan madrasah iman yang diharapkan dapat mencetak generasi-generasi muslim yang mampu meninggikan kalimat Allah di muka bumi”

B. Rumusan masalah


 Bagaimanakah konsepsi dasar dan landasan hukum kekeluargaan dalam persfektif islam ?



BAB II
Konsep dasar dan landasan hukum kekeluargaan dalam persfektif islam


Agama Islam yang memiliki penganut terbesar di Indonesia, memandang bahwa membangun keluarga sejahtera merupakan upaya yang wajib ditempuh oleh setiap pasangan (keluarga) yang diawali dengan perkawinan/pernikahan Islami. Istilah nikah berasal dari bahasa Arab; sedangkan menurut bahasa Indonesia adalah perkawinan. Dewasa ini sering dibedakan antara nikah dengan kawin akan tetapi pada prinsipnya antara pernikahan dan perkawinan adalah suatu aqad suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang menjadi penyebab sahnya status suami-isteri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kasih sayang kebajikan dan saling menyantuni. Karena perkawinan adalah hal mendasar dalam pembentukan keluarga Islam. Tanpa perkawinan sesuai ajaran/ketentuan agama, mustahil sebuah keluarga akan mencapai kesejahteraan yang diidamkan. Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT yang menyebarkan agama Islam di bumi ini, memuji institusi tersebut sebagai bagian dari sunah beliau. Dengan demikian, sebuah perkawinan harus betul-betul direncanakan dengan baik. Termasuk dalam hal ini adalah dalam pemilihan pasangan hidup, yang bukan hanya sekedar atas pertimbangan seks, kepuasan lahiriah, kecantikan/kegantengannya atau pekerjaan dan status sosial ekonominya, tetapi juga agama.
Berdasarkan rumusan tersebut diatas, pernikahan atau perkawinan mengandung beberapa faham ataupun sifat yang fundamental yakni;
1. Pernikahan atau perkawinan diawali dengan Ijab Qabul
Ijab adalah pernyataan dari calon penganten perempuanyang diawali oleh wali. Hakekatnya, adalah suatu pernyataan dari perempuan sebagai kehendak untuk mengikatkan diri dengan seorang laki-laki.
Bentuk pernyataan penawaran dalam ijab berupa sighat yaitu susunan kata-kata yang jelas (misalnya ijab perempuan yang diwakili wali): “saya nikahkan enkau dengan anak saya bernama…..”
Qabul adalah pernyataan penerimaan dari calon penganten laki-laki atas ijab dari dari calon penganten perempuan.
Bentuk pernyataan penerimaan berupa sighat atau susunan kata-kata yang jelas yang memberikan pengertian bahwa laki-laki tersebut menerima atas ijab perempuan. Misalnya; ” saya terima menikahi…..dengan maskawin…
Ijab Kabul itu satu kesatuan tak terpisahkan sebagai salah satu rukun nikah . Teknik mengijabkan dan mengkabulkandalam akad nikah ada empat macam yaitu
a) Wali sendiri yang menikahkan perempuan.
b) Wakil wali yang menikahkan
c) Suami sendiri yang menerima nikah
d) Wakil suami yang menerima nikah
Sighat dari masing-masing teknik mengijabkan dan mengqabulkan berbeda-beda sesuai dengan kedudukan masing-masing. Contoh sighat dalam ijab qabul seperti tersebut diatas jika wali sendiri yang menikahkan dan suami sendiri yang menerima.
2. Aqad tersebut bersifat suci sebagai pernyataan bahwa perjanjian itu berdasarkan landasan agama . jadi,perjanjian yang suci mengandung arti bahwa perjanjian itu harus didasarkan pada ajaran agama. Dalam islam telah ditetapkan aspek-aspek yang berkaitan dengan aqad pernikahan tersebut dengan segala akibatnya yaitu;
a) Cara menaqadkan aqad meliputi, aqad nikah, rukun nikah atau syarat-syaratnya.
b) Cara-cara pemutusan aqad juga telah ditetapka nsecara pasti seperti thalaq, fasakh, nusyuz, syiqaq, dan sebagainya.
c) Akibat adanya ikatan atau aqad itu, suami dan istri punya hak dan kewajiban masing masing.
3. Orang yang mengikatkan diri adalah laki-laki dan perempuan.
Pernyataan itu mengandung ketentuan;
a) Ikatan dalam Islam hanya dibenarkan antara laki-laki dengan perempuan dan dilarang antar laki-laki atau antar perempuan
b) Islam menetapkan perempuan yang dapat dinikahi dan tidak dapat di nikahi; sebagai berikut:
Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 22, 23, 24.
 ‘Janganlah kamu kawini perempuan-perempuan yang telah di kawini bapakmu, kecuali pada masa yang telah lalu. Sesungguhnya pekerjaan itu kejidan dibenci dan sejahat-jahat jalan’ (QS. 4;22)
 ‘Diharamkan atas kamu mengawini ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara perempuanmu, saudara perempuan bapakmu, saudara perempuan ibumu, anak perempuan dari saudara laki-laki, anak perempuan dari saudara perempuan, ibu yang menyusukanmu, saudara perempuan dari susuanmu, ibu istrimudan anak tiri yang dalam pemeliharaanmu, jika kamu telah bersetubuh dengan ibunya, kalau kamu belum bersetubuh dengan ibunya maka tiada berdosa kamu (mengawini anak tiri itu)dan juga (diharamkan mengawini) bekas istri anak kandungmu (menantu), danmenghimpun dua orang perempuan yang bersaudara, kecuali pada masa yamg lalu, sungguh Allah Pengampun lagi penyayang’. (QS. 4:23)
 ‘dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu ni'mati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 4:24)

Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 221
 Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran (QS. 2:221)

Al-Qur’an Surat Al Maidah ayat 5
 Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.(QS. 5:5)

c) Islam menetapkan pula bahwa laki laki dibolehkan menikahi lebih dari seorang perempuan sampai 4(empat) orang, meskipun pada dasarnya pernikahan itu dilakukan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 3
 Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil , maka (kawinilah) seorang saja , atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya
4. Status suami istri antara laki-laki dan perempuan setelah dilangsungkannya akad nikah meningkat menjadi suami-istri yang satu sama lain mempunyai hak dan kewajiban
5. Hubungan badan yang dihalalkan antara laki-laki dan perempuan (suami-isteri)
Hubungan badan yang halal ini amat penting dalam proses pernikahan.sebab arti yang terkandung dalam nikah ataupun kawin sendiri adalah hubungan badan. juga disebabkan hubungan badan itu sendiri mempunyai akibat terhadap jika terjadi perceraian dan hak mewaris.
6. Maksud dan tujuan akad nikah adalah untuk membentuk kehidupan yang penuh kasih saying dan saling menyantuni satu sama lain. Maksud pernikahan adalah untuk mewujudkan rumah tangga, adapun tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan keluarga sakinah yang ditandai adanya kebajikan sebagaimana diajarkan dalam
Al-Q.ur’an surat An-Nisa’ Ayat 19.
 Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa, dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata . Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak (QS. 4:19)
Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21
 Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. 30:21)








BAB III

Perkawinan Menurut Hukum Islam Dan Hukum Perkawinan Lainnya Yang Ada Di Indonesia.


Seperti telah di kemukakan sebelumnya , suatu keluarga dibentuk oleh suatu pernikahan. Sebagai landasan hukum perkawinan di Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan disahkan dan ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Jenderal TNI Soeharto di Jakarta pada tanggal 2 Januari 1974 . didalamnya diatur tentang dasar perkawinan, syarat perkawinan, pencegahan perkawinan, hak dan kewajiban suami-isteri, harta benda dalam perkawinan, putusnya perkawinan serta akibatnya, kedudukan anak, hak dan kewajiban antara orang tua dan anak, perwalian dan ketentuan-ketentuan lain.

Perkawinan menurut hukum agama Islam
Menurut hukum agama, perkawinan adalah perbuatan yang suci yang merupakan perikatan antara dua pihak dalam memenuhi perintah dan anjuran Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan perikatan jasmani dan rohani. Hal ini berarti suatu ikatan untuk mewujudkan kehidupan yang selamat dunia dan akhirat. Menurut hukum Islam, tujuan perkawinan adalah menuruti perintah Allah SWT dalam arti melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dan mencegah maksiyat dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur. Dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 3 ‘Kawinilah wanita-wanita yang anda senangi’. Dalam Al-Qur’an Surat Ar Ruum ayat 21. ‘Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang’. Begitu pula perkawinan untuk mendapatkan ketrurunan yang sah. Nabi Muhammad SAW menyatakan kawinlah dengan Orang yang di cintai dan yang berkembang (berketurunan). agar keturunan itu sah, maka harus dilaksanakan secara sah. Sahnya perkawinan menurut islam ialah diucapkannya ijab dari wali perempuandan Qabul dari calon suami yang berada dalam majelisakad nikah pada saat yang sama yang disaksikan oleh dua orang saksi yang sah.

Perkawinan menurut perundang-undangan
Dalam pasal 1 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 dikatakan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa” jadi menurut perundangan perkawinan itu adalah ikatan atau sebuah perikatan. Dalam hal ini marilah kita lihat kembali pasal 26 KUHP. Menurut pasal 26 KUHP, dikatakan ‘ Undang-Undang memandang perkawinan hanya dalam hal perdata. Dan dalam pasal 81 KUHP tidak ada acara keagamaan yang boleh diselenggarakan sebelum kedua pihak membuktikan kepada pejabat agama mereka, bahwa perkawinan dihadapan pegawai catatan sipil telah berlangsung. Pasal ini diperkuat oleh pasal 530 (1) KUHP Wetboek Van strafrecht (WvS) yang menyatakan ‘ Seorang petugas agama melakukan upacara perkawinan dan hanya dapat dilangsungkan dihadapan pejabat catatan sipil, sebelum dinyatakan kepadanya bahwa pelangsungan dihadapan pejabat itu sudah dilakukan, diancam dengan pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Hal ini menunjukan bahwa hukum ini tidak berlaku bagi mereka yang berlaku hukum islam ataupun hukum adat yang lain. Karena dalam KUHP perkawinan itu hanya dilihat dari segi keperdataan dan mengabaikan sisi keagamaan, maka hal ini bertentangan dengan falsafah Negara kita yang menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa diatas segalanya. Karena perkawinan merupakan perbuatan suci ( sekramen) yang mempunyai hubungan erat dengan keagamaan sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani tetapi juga unsur bathin/rohani mempunyai peranan yang penting. Jadi, sahnyasahnya perkawinan menurt perundang undangan diatur dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 yang menyatakan perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu.

Perkawinan menurut hukum adat
Hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis Menurut hukum adat pada umumnya , perkawinan itu bukan saja berarti sebagai perikatan perdata tetapi juga perikatan adat dan sekaligus merupakan perikatan kekerabatan dan ketetanggan yang menyangkut upacara adat keagamaan. Tujuan perkawinan bagi msyarakat hukum adat yang bersifat kekerabatan adalah untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut garis kebapakan ataupun keibuan untuk kebahagiaan rumah tangga keluarga/kerabat untuk mempertahankan kewarisan. Perkawinan dalam arti perikatan adat adalah perkawinan yang mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Dalam masalah perkawinan yang menyangkut masalah penyelenggaraan perkawinan didasarkan pada hukum adat. Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan tidak mengatur masalah tata tertib adat yang harus dilakukan oleh mereka yang melangsungkan perkawinan menurut bentuk dan system perkawinan yang berlaku di masyarakat, yang mana terserah dari selera dan nilai-nilai budaya dalam masyarakat asal tidak bertentangan dengan kepentingan umum, pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Perkawinan dalam arti perikatan adat walaupun dilangsungkan antar adat yang berbeda tidak akan seberat penyelesaiannya daripada berlangsungnya perkawinan yang bersifat antar agama. Sahnya perkawinan menurut hukum adat bagi masyarakat hukum adat Indonesia pada umumnya bagi penganut agama tergantung pada agama yang dianut masyarakat adat bersangkutan. maksudnya bila telah dilaksanakan menurut tata tertib hukum agamanya maka perkawinan itu sah menurut hukum adat.
BAB IV
Kesimpulan
1. Membangun keluarga islami yang sejahtera merupakan upaya yang wajib ditempuh oleh setiap pasangan (keluarga) yang diawali dengan perkawinan/pernikahan Islami. perkawinan adalah suatu aqad suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang menjadi penyebab sahnya status suami-isteri dan dihalalkannya hubungan seksual dan dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kasih sayang kebajikan dan saling menyantuni dan tidak terlepas pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT sesuai yang di Firmankan dalam Al-Qur’an, yang dalam pelaksanaan perkawinan itu memenuhi syarat-syarat yang telah di tetapkan secara fundamental dalam agama islam

2. Sebelum adanya Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, KUH Perdata (BW) yang diumumkan dengan maklumat 30 april 1847 (S. 1847-23) berlaku di Indonesia. Yakni berlakunya berbagai hukum perkawinan bagi berbagai golongan warga Negara dan berbabagai daerah, sehingga terjanya kesimpangsiuran aturan yang berlaku. Perkawinan itu hanya dilihat dari segi keperdataan dan mengabaikan sisi keagamaan, maka hal ini bertentangan dengan falsafah Negara kita yang menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa diatas segalanya. Undang-Undang ini juga memberikan kebebasan dalam menyelenggarakan perkawinan menurut hukum adat setempat asal tidak bertentangan dengan kepentingan umum, pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sahnya perkawinan menurut hukum adat bagi masyarakat hukum adat Indonesia pada umumnya bagi penganut agama tergantung pada sahnya perkawinan menurut agama yang dianut masyarakat adat bersangkutan. maksudnya bila telah dilaksanakan menurut tata tertib hukum agamanya maka perkawinan itu sah menurut hukum adat.



Daftar Pustaka



Al-Qur’an dan terjemah Indonesia

Sudasono, Hukum kekeluargaan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 1991

Hilman Hadikusuma, Hukum perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung 2007

Abdurrahman Muhammad, Pilih Pasangan Hidup. Majalah Hidayatullah edisi Dzulqa’idah 1424 Januari 2004

Abu hafsh usamah bin kamal bin abdir razzaq. http://www.akhlakislam.com, belajar ilmu hukum. diakses tanggal

Tidak ada komentar: